Sebuah Refleksi Awal Diri Sebelum Belajar Coaching
Pembelajaran pada modul 2.3 adalah tentang Coaching untuk Supervisi Akademik. Awal mengetahui akan mempelajari tentang Coaching ini sebetulnya saya tidak terlalu awam tentang hal ini. Sejak awal pandemi, adalah sebuah berkah pandemi untuk saya pribadi, dimana keharusan untuk berdiam diri lebih banyak di rumah saya manfaatkan sebesar-besarnya untuk mengeksplorasi banyak hal. Belajar teknologi dlaam ragam platform, pendekatan-pendekatan pembelajaran, perubahan paradigma pembelajaran dan kurikulum merdeka dan banyak hal. Adalah menjadi sebuah keuntungan ketika belajar, berkoneksi, berkolaborasi dan terhubung satu sama lain tanpa harus dibatasi ruang, waktu dan jarak. Saya justru bersyukur dengan kondisi pandemi, semua keterhubungan itu menjadi mudah, apalagi untuk saya yang tak leluasa berkendara kemana-mana.
Singkat cerita, di tahun 2020 saat pandemi saya berkenalan dengan sebuah platform Sekolah.Mu. Dimana ini adalah hasil terpilihnya saya dalam proses belajar yang difasilitasi oleh Wardah dalam program Wardah Inspiring Teacher 2020. Semacam beasiswa untuk guru ini terasa sangat berguna untuk saya. Beberapa ilmu yang saya dapatkan dan mampu membuat saya membuka mata dan memperbaiki kinerja, performance dan kompetensi saya. Ada pemahaman tentang rancangan pembelajaran yang berlandaskan pada konsep merdeka belajar dan lain-lain. Yang paling menarik adalah bagaimana menjadi seorang guru yang baik, dalam konsep sebagai seorang pemimpin pembelajaran di kelasnya. Bagaimana dapat mengenali potensi murid-murid, rekan sejawat, berkolaborasi dan sampai hal teknis bagaimana membuat percakapan menggerakan. Dari sana saya akhirnya dapat membedakan antara pemimpin dan seorang pimpinan.
Hal ini menjadi cikal bakal semkain penasarannya saya akan peran sebagai pemimpin embuat perubahan pembuat kemajuan. Berbekal itu, saya akhirnya membaca dan belajar banyak hal. Dan luar biasa, ini benar-benar menghipnotis dan mampu membuka pemikiran saya. Banyak miskonsepsi yang saya lakukan selama ini, dan satu per satu meluruh sesuai mantapnya pemahaman saya mempelajarinya.
Sebulan menjelang memasuki modul 2.3, saya berkesempatan menjadi seorang pembicara (redaksi : malu sebenarnya) di hadapan para Kepala Sekolah SMA/SMK/SLB Swasta Tingkat Kota di wilayah saya. Kantor Cabag Dinas (KCD) Wilayah untuk sekolah saya, menugaskan saya untuk berbagi tentang bagaimana upaya untuk meningkatkan Kinerja dan performa Kepala Sekolah. Meski agak ragu awalnya, akhirnya saya mengambil kesempatan tersebut dengan niat ingin berbagi pengalaman sepanjang apa yang saya pelajari. Teringat pernah mendapatkan materi terkait cara meningkatkan kompetensi, kinerja dan performa, dan sedikit kembali merefresh dan menyiapkan dalam bentuk bahan presentasi, akhirnya saya membuat judul presentasi saya dengan Meningkatkan Kompetensi dan Kinerja Melalui Identifikasi Diri dan Pendekatan Coaching.
Singkat cerita, akhirnya dengan berbekal pengalaman komunikasi yang terus saya latih semenjak menjadi humas sekolah dan yayasan, kegiatan menjadi nara sumber di depan para kepala sekolah termasuk kepala sekolah saya berjalan dengan lancar. Respon positif saya dapatkan dari testimoni kepala sekolah dan dari perwakilan KCD.
Dalam pemaparan saat itu saya mengaitkan tentang konsep identifikasi dan pengenalan kompetensi diri sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kompetensi. Di depan para kepala sekolah yang sarat dengan ragam pengalaman sebagai pemimpin, saya mengajak untuk berefleksi akan peran-peran yang telah dijalankan. Saya mengajak Bapak Ibu kepala sekolah untuk menganalisa cerita kancil dan buaya yang saya coba modifikasi dengan kondisi yang dialami saat ini. Selain itu saya menyampaikan pemahaman saya tentang coaching yang merupakan sebuah pendekatan yang dpaat dilakukan kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajarn, pemimpin di sekolah untuk meningkatkan dan melejitkan potensi yang dimiliki oleh seluruh guru-gurunya.
Masuk pembelajaran pada modul 2.3, gayung bersambut. Saya sangat senang luar biasa. Rupanya ini adalah sebuah penajaman akan pengetahuan yang baru saya dapatkan. Jadi memasuki pembelajaran, ditengah pengelolaan waktu yang semakin padat, semangat saya justru berkobar lebih daripada sebelumnya.
Bagaimana menerapkan Coaching secara benar?
Selama mempelajari modul ini saya mendapatkan bahwa ada peruntukkan coaching secara umum dan coaching sebagai bagian dari supervisi akademik di sekolah. Coaching sebetulnya salah satu dari upaya pengembangan diri selain mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Sepintas, sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir ini sama, saya berpikir ini adalah sebuah padanan sinonim. Namun terjawab di modul ini setiap upaya pengembangan tersebut memiliki karakteristik masing-masing.
Supervisi akademik dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, seperti suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi murid untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis murid. Supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai bentuk kemitraan antara coach dengan coacheenya yang dijalankan melalui proses kreatif yang ditandai dengan eksplorasi, membangun ide untuk memaksimalkan potensi cachee. Bagaimana seorang coach mendengarkan secara aktif, mengajukan pertanyaan berbobot, memancing ide-ide, memfasilitasi pertumbuhan coachee. Coaching merupakan sarana pemberdayaan potensi untuk menghantarkan coachee pada kondisi sekarang ke kondisi baru dimana coachee dapat termaksimalkan potensinya. Coaching bukan memberitahu, memikirkan solusi sebelum mendengarkan, memberikan feedback dengan asumsi.
ICF mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee. Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu âkemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensiâ.
Sementara itu mentoring bertujuan membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan membantu membuat perubahan menggunakan pengalamannya. Coaching merupakan sarana pemberdayaan potensi untuk memaksimalkan potensinya; Konseling merupakan kegiatan berupa bantuan yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Training adalah sebuah proses fasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku. Fasilitasi merupakan sebuah proses dimana seseorang membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan.
Sesuai dengan kesimpulan sebelumnya, supervisi akademik memiliki tujuan sebagai pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Dalam kacamata seorang coach supervisi akademik sebagai proses berkelanjutan yang memberdayakan.
Dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, ada 2 paradigma yang menjadi landasan yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Kedua paradigma tersebut adalah Supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah. Kedua hal ini dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut.
Pada tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen. Tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Supervisi klinis meliputi 3 tahap yakni pra-observasi, observasi dan pasca-observasi.
Ada empat cara berpikir yang dapat melatih guru dalam menciptakan semangat tut wuri handayani.
Murid adalah mitra belajar, guru sejatinya memiliki cara berpikir bahwa guru dan murid memeiliki kesepahaman yang sama tentang belajar. Tuntunan yang diberikan guru memberikan ruang bagi murid untuk menemukan kekuatan dirinya.
Ruang emansipatif memberikan peluang bagi murid untuk menemukan kekuatan kodrat, potensi, dan kekuatan yang dimilikinya melalui dialog atau percakapan yang selaras.
Proses coaching merupakan sebuah perjumpaan ruang pribadi antara guru dan murid sehingga keduanya membangun rasa percaya dalam kebebasan masing-masing. Murid adalah seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta kasih.
Guru hadir dalam setiap perjumpaan untuk menciptakan kasih dan persaudaraan tanpa ikatan dan belenggu-belenggu, tanpa menghakimi, tanpa memberikan asumsi, tanpa memberikan asosiasi antara diri murid dengan kehidupannya.
Percakapan pra-observasi baiknya berlangsung dengan suasana santai dan kekeluargaan dan dengan semangat positif. Ada 3 alasan penting mengapa percakapan dengan guru sebelum kegiatan observasi kelas dibutuhkan. Pertama, membangun kepercayaan dari guru kepada pimpinan sekolah sebagai supervisor yang profesional karena merencanakan kegiatan dengan baik. Kedua, memberikan perasaan tenang mengenai tujuan dari rangkaian supervisi klinis. Ketiga, kesepakatan yang dihasilkan pada tahap ini mengenai aspek-aspek pengembangan yang akan diobservasi memberikan rasa percaya diri dan motivasi internal karena guru merasakan keterlibatan aktif dalam proses. Guru diberikan kesempatan untuk menyampaikan rancangan pembelajaran dan apa yang menjadi target pengembangan untuk diobservasi.
Tujuan utama observasi adalah mengambil data atau informasi secara obyektif mengenai aspek pengembangan yang sudah disepakati. Motif pelaksanaan observasi kelas ini harus berawal dari kebutuhan pembelajaran murid dan kebutuhan pengembangan potensi guru serta pemahaman bahwa observasi ini dilakukan supervisor bersama-sama dengan guru.
Dalam proses percakapan pasca-observasi, supervisor dan guru secara bersama memahami tujuan percakapan dan saling percaya akan tahapan kegiatan yang berlangsung. Supervisor dapat menggunakan model percakapan untuk refleksi dengan menggunakan data yang telah diambil pada saat kunjungan kelas sesuai dengan kesepakatan akan aspek-aspek yang hendak diperhatikan.
Pada tahap tindak lanjut, kegiatan dapat berupa percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan. Semua kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensi.
Dalam menjalankan peran sebagai kepala sekolah dan supervisor, kepala sekolah perlu menginformasikan pada coachee mengenai peran yang sedang dilakukan, baik itu evaluator/penilai, coach, konsultan, maupun trainer.
Proses coaching membantu para guru berpikir lebih dalam dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya yang diharapkan akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.
Kaitan Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu âmenuntunâ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai âpamongâ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Sebagai seorang âpamongâ, guru dapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.
Dalam relasi guru dengan guru, seorang guru juga dapat membantu rekan sejawat untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.
Coaching untuk supervisi akademik perlu dilakukan dengan prinsip bahwa setiap orang pasti memiliki persoalan yang berbeda, kekuatan dan potensi yang berbeda, dan solusi yang berbeda pula. Dalam proses coaching seorang coach seharusnya dalam keadaan kehadiran dan kesadaran penuh (presence mindfulness). Diawal coaching seorang coach dapat mengajak coachee untuk melakukan teknik STOP untuk menenangkan pikiran dan menyiapkan perasaan, sehingga proses coaching dapat berjalan dengan baik, nyaman, dan aman.
Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran
Sebagai pemimpin pebelajaran baik di kelas maupun di sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik. Dalam prosesnya seorang pemimpin pembelajaran perlu menerapkan pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan, sehingga dapat mengembangkan potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Pemikiran Reflektif Tentang Rencana Tindak lanjut
Selama proses pembelajaran modul 2.3 mengenai coaching untuk supervisi pendidikan ini saya merasa sangat tertantang dan semangat untuk mempelajari lebih jauh. Hal ini dikarenakan selama ini yang saya ketahui tentang supervisi adalah dalam rangka melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru. Setelah membaca modul ini, saya menyadari bahwa supervisi yang menggunakan pendekatan coaching adalah dalam rangka menemukenali kekuatan dan mengembangkan potensi seorang guru. Selain itu coaching juga dapat kita lakukan ke murid dalam memberdayakan potensi agar murid menemukan kekuatan dirinya.
Selama praktik coaching dalam ruang kolaborasi dan demonstrasi kontekstual, saya dapat menjalankan proses coaching rekan sejawat dengan menerapkan alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi masalah, Rencana aksi, dan Tanggung jawab). Saya telah berhasil mengimplementasikan kompetensi coaching yaitu kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan melontarkan pertanyaan berbobot. Dengan begitu saya mampu menuntun coachee untuk menemukenali potensi dirinya dan memaksimalkan potensi tersebut untuk menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapinya.
Kompetensi yang masih perlu saya kembangkan adalah mendengarkan dan bertanya dengan RASA (Receive, Acknowledge, Summarize, Ask). Secara khusus saya masih perlu mengembangkan receive (terima) yaitu menangkap kata kunci yang diucapkan coachee. Saya perlu memperhatikan dengan seksama apa kata yang disampaikan secara berulang oleh coachee, diucapkan dengan intonasi tertentu, tergambar emosi saat coachee mengucapkannya, dan kata yang diucapkan setelah kata âtapiâ atau ânamunâ.
Untuk dapat menemukan kata kunci yang diucapkan coachee, saya akan terus melatihnya dengan melakukan coaching rekan sejawat ataupun murid. Dengan latihan yang konsisten dan refleksi, maka saya yakin kemampuan saya dalam menjadi coach akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan upaya untuk memaksimalkan peran sebagai guru penggerak, yaitu menjadi coach bagi rekan guru yang lain dan menjadi pemimpin pembelajaran. Selain itu juga memaksimalkan implementasi nilai-nilai guru penggerak seperti berpihak pada murid, mandiri, reflektif, dan kolaboratif.